Monday, May 06, 2019
Kita Cerita (bukan hanya) Tentang Bali
Monday, May 06, 2019Tulisan kali ini sengaja gue tulis saat gue udah menetap di Bali. Dua bulan (Feb dan Maret) kemarin gue sudah melewati dan menjalani m...
Untuk Jakarta, terhitung
dari tanggal 4 mei 2014 sampai 4 mei 2019 ternyata kita sudah 5 tahun bersama.
Gak bisa gue pungkiri, bahwa Jakarta is one of my love city in the world. Di
mulai dari titik 0 gue membangun hidup gue sebagai student dan masyarakat di
Ibu Kota Republik Indonesia ini sampai ke titik sana ini, titik yang gak bisa
di hitung tapi gue bener-bener berterimakasih kepada Jakarta karena telah
membentuk gue menjadi pribadi yang kuat mental, mampu berpikir kritis dan
sekarang gue merasa diri gue lebih dewasa dalam menjalani, menanggapi, dan
melakukan sesuatu.
Bagi gue, Jakarta luar biasa dengan segala isi di dalamnya. Disana ada keluarga, sahabat, teman, mantan, kenalan, dsb yang pernah dan terus mengisi hidup gue. Banyak cerita senang, sedih, marah, menjijikkan, lucu, dan menyeramkan yang gue lalui selama 5 tahun lamanya. hahaha. Satu hal yang pernah gue bilang ke diri gue sendiri. Kelak, Apabila Jakarta masih layak untuk hidup dan manusia. Gue akan meletakkan anak gue untuk hidup di sana, agar tumbuh menjadi anak yang bisa bertahan hidup dan engga menye-menye. Tetapi, Jakarta juga gak hanya menawarkan pembentukkan mental yang kuat, tetapi juga yang rusak. Dan untuk hal ini gue percaya gue bisa memberikan pemahaman kepada anak gue kelak. ah sudahlah kok jadi ngomongin anak Tik. ahaha
Bagi gue, Jakarta luar biasa dengan segala isi di dalamnya. Disana ada keluarga, sahabat, teman, mantan, kenalan, dsb yang pernah dan terus mengisi hidup gue. Banyak cerita senang, sedih, marah, menjijikkan, lucu, dan menyeramkan yang gue lalui selama 5 tahun lamanya. hahaha. Satu hal yang pernah gue bilang ke diri gue sendiri. Kelak, Apabila Jakarta masih layak untuk hidup dan manusia. Gue akan meletakkan anak gue untuk hidup di sana, agar tumbuh menjadi anak yang bisa bertahan hidup dan engga menye-menye. Tetapi, Jakarta juga gak hanya menawarkan pembentukkan mental yang kuat, tetapi juga yang rusak. Dan untuk hal ini gue percaya gue bisa memberikan pemahaman kepada anak gue kelak. ah sudahlah kok jadi ngomongin anak Tik. ahaha
Ngomong-ngomong tentang
bertahan hidup, gue mulai percaya pada diri gue sendiri bahwa gue bisa bertahan
hidup karena gue udah tinggal di Jakarta, gue hasil didikkan ibu kota jadi gue
gak khawatir untuk hidup dimana pun yang gue mau. Tetapi memang gak semua orang
bisa bertahan hidup, bertahan hidup yang gue maksud adalah bukan hanya sekedar
bisa makan dan minum dan bernapas. tapi juga still happy dan beradaptasi dengan
baik di tempat baru. Jakarta is a good teacher for me.
Anyway, di lain sisi,
gue merasa waktu gue habis terbuang percuma di Jakarta karena macet dimana-mana. Bayangkan gue harus siap-siap 2/1 jam sebelum jam
kantor, atau pertemuan atau apapun itu. Karena tahu bahwa gue akan
menghabiskan sekian jam untuk bermacet ria. Kemudian jam pulang kantor. Pulang jam
6 sore sampai rumah jam 8/9/… malam, karena apa ? karena macet. Padahal setiap detik adalah
berharga. Tapi Jakarta tidak perduli itu, beberapa orang-orang terlihat begitu
letih dan lelah bukan karena kerjaannya tapi karena perjalanan pulang dan
perginya. J Syukurnya gue segera menyadari bahwa "menikmati
hidup gue" jauh lebih penting daripada mengikuti ambisi untuk terus bertahan di
ibukota nan sesak itu.
Bali, seperti pada blog
gue sebelumnya. Gue memang sudah menginginkan untuk bisa hidup di sebuah daerah
yang mana disana ada perpaduan budaya yang banyak. Dan sejujurnya gue ingin
mencoba merasakan hidup sebagai minoritas. Tapi Bali tidak menyediakan itu, yang
bali sediakan adalan ketentraman, kedamaian, keberagaman, tanpa ada minoritas
atau mayoritas. That’s great!
Memutuskan untuk pindah
ke tempat baru bukan perkara mudah. But I trust to myself can make it, and yeah
I did! Bali bukan hanya tentang pantai, sunset, sunrise, yoga, waterfall, dan
gunung. Bali punya banyak hal yang luar biasa. Sebelum memutuskan untuk pindah
ke Bali, yang gue lakukan adalah melihat kembali apakah Bali dan diri gue ini
seirama? Apa yang tidak apa yang iya.
Gue memang anaknya suka
keberagaman budaya baik domestik mau Internasional, dan Bali menawarkan itu. Sejak
2 bulan kemarin gue tinggal di Bali, mau gak mau gue harus punya temen baru karena
gue tau rasanya sebosan apa kalau hidup di satu daerah dan gak punya atau gak
bisa make a new friends. Ini salah satu yang membuat kita merasa takut untuk
mencoba tempat baru. Sebagai manusia yang gampang memiliki teman baru membuat
gue juga jadi gampang menemukan kebahagiaan dimanapun gue berada tanpa
terkecuali. Di bali temen gue dari berbagai negara dan berbagai daerah di
Indonesia. Senang ? iya, kami sering nongkrong dan party bersama. Bertukar
cerita, bertukar joke dan lain-lain.
Bagi gue, ketika gue
memberanikan diri untuk sendirian melancong ke sebuah tempat baru saat itulah
gue sedang memberikan kepercayaan kepada diri gue sendiri untuk menunjukkan
seberapa hebat gue bertahan hidup. Karena menurut gue saat gue sendirian saat
itulah gue akan melakukan interaksi dengan sekitar. Dan dengan begitulah hidup
akan lebih berwarna tidak datar atau cenderung seperti tidak hidup hahah.
Bali juga banyak sekali
kegiatan-kegiatan yang berbau alam, personality, juga kesehatan dan ini bagi
gue good vibes. Bali is a good place for live, ini kalimat yang selalu dan
pasti gue dengar dari orang-orang yang memutuskan untuk hidup di Bali, Internasional
maupun domestik. Dan gue setuju.
Sebagian besar orang
mencari bali untuk tempat mereka melepas penat. Saat mereka membutuhkan
refreshing mereka ke Bali. Bali bagaikan dokter kehidupan. Mereka pulang
kembali ke tempat mereka dengan perasaan senang dan siap untuk menyiksa diri
lagi untuk make money. Hahah that’s life.
Gue bersyukur bisa
pindah ke The Island of God ini. Entah nanti akan pindah kemana lagi biarkan
waktu yang menjawabnya. Inti dari tulisan ini adalah, percaya pada diri sendiri dan berani itu kunci untuk menikmati hidup menjelajahi semesta. Jangan terkurung terus. Hhehe